Dengan berupaya menjadi orang baik dan melakukan yang terbaik, maka kebaikan itu akan selalu ada disekitar kita. Sehingga tak perlu kesempurnaan untuk bisa berbahagia. Karena bahagia sesungguhnya adalah ketika kita melihat apapun secara sempurna.

Sabtu, 03 Maret 2012

Antara Iran, Cina, Amerika dan Masa Depan Dunia


Ada tiga Negara  yamg selalu menyedot perhatian publik  akhir-akhir ini; Amerika, Iran dan Cina. Tiga negara yang berasal dari latar belakang kultur yang berbeda. Program proliferasi dan senjata nuklir Iran dan munculnya kekuatan hegemoni ekonomi Cina di pentas dunia seakan membuat  negri Paman Sam  kebakaran jenggot. Ekonomi Cina dan nuklir Iran menjadi  ancaman tersingkirnya Amerika dari peta politik  sebagai negara adidaya.
Perkembangan dan kekhawatiran Amerika ini, seakan mengindikasikan tesis Samuel P. Huntington, dalam buku” the clash of civilzation “  menentukan titik benarnya. Tesis yang pertama kali dimuat dalam  majalah foreign affairs 1993 itu antara lain menyebutkan  bahwa Iran negara yang akan memiliki kepentingan menampung  segala Aspirasi Islam-di sebut sebagai negara  inti oleh Huntington,  akan bersekutu dengan Cina (Konfusion)  dalam  menghadapi barat.
Memang sangat disesali ketika kita memandang konflik dari kacamata agama semata. Atau menjadikan agama dalam melegitimasi sebuah perang antara negara. Realitasnya, paradigma sekelompok manusia dalam memandang perang adalah demikian. Bush pernah membujuk dan paus untuk mengakui perang Irak sebagai perang kristiani yang sah. Muamar qadhfi dan tokoh fundemendalis islam almarhum Usama Bin Ladin juga memandang perang Irak sebagai perang agama.
Terlepas dari segala sentimen keagamaan, apa yang dikatakan Huntington ada benarnya. Bahwa Iran, Cina dan Amerika adalah sebuah ancaman bagi stabilitas keamanan dunia. Namun dua hal yang dipredikisikan masih jauh dari benarnya dalam melihat perkembangan ketiga Negara tersebut saat ini. Pertama Iran sebagai Negara inti yang yang mewakili kepentingan Timur atau Islam. Sejauh ini masyarakat negara-negara timur belum berangkat pada kesimpulan atau tindak-tanduk yang bermuara ke sana. Jurang pemisah antara sunni- syiah masih terbuka lebar.
Kedua, bersekutunya Iran-Cina. Kebijakan-kebijakan maupun kerja sama kedua Negara belum merujuk ke pancapaian itu. Meskipun Cina telah membuat keja sama dalam perdagangan minyak dengan Iran di tengah polemik embargo ekonomi Iran tang didengungkan AS, Namun Cina sendiri tidak menyetujui program proliferasi senjata nuklir Iran. Kendati demikian peluang bersekutunya mereka masih sangat mungkin karena mereka mempunyai “musuh” yang sama jika terjadi konfontrasi senjata.
Kebijakan politik Amerika dibawah komando Obama belum mengalamatkan kesan pada tingkat konfrontasi senjata. Tetapi masyarakat dunia seakan masih skeptis terhadap Negara yang dianggap kebijakannya dapat mempengaruhi dunia itu. Amerika. Jika kebijakan politik obama hingga detik ini masih mengedepankan toleransi atau strategi “memimpin dari belakang”,-istilah Obama- lantas bagaimana jika paska obama? Pasalnya, bukankah sejumlah kandidat presiden AS saat ini lebih menunujukan sikap tak bersahabat kepada dunia luar?
Rick Santorum misalnya, salah satu kandidat yang secara terang-terangan mengatakan akan mengebom Iran untuk menghentikan program nuklirnya. Seakan tak mau kalah kandidat-kandidat lain juga menunjukan sikap yang sama bahkan jauh lebih arogan.
Mitt Romney, sebagai salah satu kandidat terkuat bahkan mengatakn bahwa jika Obama terpilih kembali maka Iran pasti memiliki  senjata nuklir. Tidak Iran semata yang menjadi sasaran kritik. Keharmonisan Palestina yang hendak dibangun pun menjadi titik sasaran. Sifat arogan para kandidat akan menjadai kerikil bagi keharmonisan di Negara yang tak pernah merasakan kedamaian itu jika salah satu dari kandidat-kandidat itu terpilih. Palestina dianggap sebagai bangsa rekaan. “Ingat tak pernah ada negara Palestina, mereka dulu adalah bagian dari kekaisaran Ottoman . dn menurut saya bangsa Palestina adalah bangsa rekaan” demikian kata Ginrich. Terlebih dia mengatakan akan memindahkan keduataan besar AS di Tel Aviv ke jerusalem jika ia terpilh.
Tidak terlepas, Cina juga menuai kecaman yang sama. Gubernur Texaas Rick Perry mengatakan Cina akan mengalami nasib yang sama dengan Uni Soviet. “Saya kebetulan berpikir,komunis cina akan berakhir di tumpukan abu sejarah”. kata perry. Lain halnya dengan Romney yang mengatakan akan mengeluarkan perintah untuk mengatakn “China sebagai manipulator mata uang” begitu ia terpilih.( kompas 8/1/12)
Jelas apa yang ditempuh para kandidat As saat ini, berbeda dengan George W. Bush, seorang yang dianggap penjahat perang abad ini, yang tidak secara terang-teranagan mengatakan permusuhanya kepada Negara lain pada masa kampanye. Arogansi Bush bisa jadi belum seberapa diandingkan Mitt Rimney cs.
Paradigma mereka dalam melihat Iran dan cina sebagai ancaman terhadap hegemoni AS di atas sejarah abad 21 bisa menjadi bom waktu bagi stabilitas keamanan dunia. Keteganagn antara Cina, As dan Iran adalah embrio benturan peradaban. Benturan yang jauh lebih dahsyat dari konflik Uni Soviet-Amerika, seperti yang pernah diprediksikan Huntington. Benarkah demikian???***


Oleh Imanev Namakulenzz
Top of Form
Bottom of Form



0 komentar:

Posting Komentar

Berilah komentar Anda