ANAK JALANAN ATAU ANAK MANUSIA???
Mereka
menyebutnya anak jalanan, ya.. demikian juga mereka menyebut saya.
Walaupun saya adalah anak sepasang manusia tentunya, saya bingung
dengan sebutan itu. Sejak kapan jalanan bisa melahirkan orang-orang
seperti saya? Jalanan itu ibu atau bapak saya? Lantas unsur jalanan apa
yang menjadi ibu dan bapak saya itu? Apakah aspal itu bapak saya dan
lampu merah itu adalah ibu saya? Atau zebra cross dan rambu-rambu itu
orang tua saya? Apa mungkin terminal dan bis kota itu adalah kedua
orang tua saya? Lha terus mbah saya siapa? Pakde saya? Masalahnya saya
ini gak setuju kalo di bilang anak jalanan, lha wong saya ini sudah
menjadi “mbah jalanan”, Hahahaha.. gak penting banget bahas ini, intro
aja bro.
Saya disini cuma ingin kasih kabar dari
belantara kota yang semakin sesak itu, mungkin sesaknya juga gara-gara
orang yang kayak saya ini, memang iya! Kalau kata pejabat pemda,
“sentralisasi gembel” jadi harus di zero kan katanya wkwkwkw..
Selama
ini stigma yang terbangun dari anak jalanan adalah keras, liar, nakal,
brutal dan “seabreg” kata cadas lainnya. Secara kasat mata, iya, saya
juga akan mengatakan hal seperti itu, karena saya memang merasakan hal
seperti itu, tapi saya juga ndak setuju dan mengatakan “ya gak semuanya
seperti itu lah”. Banyak dari mereka yang jauh dari paradigma cadas
itu, bukan karena mentang-mentang saya adalah salah satu dari mereka
yang baik-baik itu, bukan mas, bukan mbak, waktu saya nulis ini saja
saya masih berstatus BERANDALAN bin KURANG SOPAN yang menganut paham
BRUTALISME dengan titel “SH” kok. Bukan sarjana hukum lho pastinya,
kalau kata teman saya SH itu akronim dari “susah hidup” huhuhu. Jadi
saya ini berada dalam kelompok yang cadas itu.
Disini
saya akan ajak anda untuk tahu sedikit kejadian-kejadian di jalanan
yang menurut saya dahsyat banget, mungkin bisa jadi semacam “sentilan
norma”. Norma yang biasa kita gunakan untuk menilai sesuatu.
.........................................
Anda
pasti tahu apa “manusia gerobak” itu? Yups, benar sekali gambaran anda
tentangnya! Maka tak perlu saya jelaskan. Saya melihat manusia gerobak
di suatu malam menancapkan jidatnya di hamparan koran, berulang kali
ia tancapkan, lalu berdiri lagi sambil mendekapkan tangannya di dada,
lalu ia tancapkan lagi jidatnya. Ya! Kita akan segera tahu bahwa
manusia gerobak itu sedang melakukan ritual sholat. Apakah kita hanya
akan melihat dia melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim?
Lebih dari itu! Lihatlah! Ternyata dia sedang bertemu dengan kekasih
sejatinya, dia bukan manusia gerobak, tapi dialah manusia sejati,
dialah si kaya, dialah si sholeh, dialah hamba Allah, dialah si baik,
dialah si baik, dialah si baik. Mari kawan, munculkan pernyataan dan
pertanyaan terkait pemandangan tentang manusia gerobak tadi, lalu
cerminkan ke diri kita, berapa pernyataan dan pertanyaan yang akan
muncul? Dan bandingkan dengan cerita hidup mapan kita saat ini.
Dan
kita lihat para pemulung itu. ternyata mereka itu adalah pahlawan dari
kota-kota besar. Yang Tanpa kita sadari keberadaan mereka selama ini.
Sadarkah kita bahwa merekalah yang mengecilkan kadar air dalam banjir
kota? Sadarkah kita bahwa mereka telah meminimalisir pertumbuhan kuman
dan bakteri yang merugikan? Tahukah kita ternyata mereka juga turut
memutus jaringan mafia nyamuk-nyamuk yang menyebarkan penyakit demam
berdarah? Karena setiap harinya ada ribuan kilogram sampah yang
dibersihkian oleh mereka dari kali dan sampah yang ada disekitar
lingkungan kita? Dan mereka melakukan itu tanpa pamrih dari kita,
disaat yang sama, pemerintah tidak banyak berbuat apa-apa dengan biaya
yang wah dari pungutan pajak kita.
“Kenek” atau “kernet”,
anda juga pasti tahu akan jabatan ini kan? ya! Dia adalah co-pilot
pesawat ngesot alias bis kota/metromini. Sewaktu saya melakoni peran
sebagai artis dalam bis kota. Bertemulah saya dengan seorang kenek tua.
Si kenek tua itu, dia selalu tersenyum dan selalu minta maaf ketika
meminta ongkos penumpang. Dia melakukan itu tidak hanya ketika sewa
miring alias penumpang penuh, tapi disaat penumpang sepi pun dia masih
tersenyum, dan selalu minta maaf ketika meminta ongkos penumpang di
dalam kesumpekan dan kebisingan si kaleng rombeng bersolar itu. Ia pun
selalu memberi saran agar para penumpang untuk berhati-hati dengan
barang bawaannya. Pak tua, saya sangat mengagumimu, walaupun saya ini
orangnya pencemberut kelas kakap, dan juga susah untuk memaafkan,
padahal saya tahu kalau saya ini juga salah, saya mengagumimu pak tua.
Brader yang sempet baca artikel ini, berapa pernyataan dan pertanyaan
yang akan muncul untuk kisah pak tua ini untuk kita sandingkan dengan
sikap-sikap kita saat ini?
Lalu, kita lihat sesosok anak
kecil umbelan yang sudah lihai melawan kerasnya kehidupan jalanan
tanpa menyerah, berdikari, dan sudah mampu membantu orang tuanya, yang
tetap bernyanyi lepas, tertawa riang walaupun masa kecilnya terenggut
sudah, yang masih lanjutkan sekolah dan mengajinya walaupun
empot-empotan untuk membayar aksesoris kebutuhan sekolahnya. Sobat,
bagaimana perbandingan dengan masa-masa kecil kita? Sobat, adakah kita
saat ini bercita-cita untuk menjadi kakak angkatnya? Atau mungkin orang
tua angkat bagi mereka? Terbersitkah cita-cita itu dalam diri kita?
Bagaimana
kalau cerita yang satu ini? Pengamen jalanan yang secara tidak
langsung menjadi “polisi jalanan”, yang membuat keder para orator
(tukang palak) dan copet di dalam bus kota/metromini. Dan, membuat
orator berfikir sekali lagi untuk beraksi menguras dompet para
penumpang saat para pengamen sedang bernyanyi, karena para penjahat itu
akan menjalankan aksinya ketika bus kota/metromini itu tidak ada
pengamennya. Sebab sebagian besar pengamen adalah musuh yang di takuti
oleh para penjahat tadi, walaupun pengamen juga sadar kalau dia juga
terkadang meresahkan dan membuat bete para penumpang pada umumnya.
Hahaha...
mentang-mentang penulis adalah seorang pengamen, mungkin ada yang
berfikir “ini mah tulisan sak karep’e pengamen aja” atau “wah ini mah
pengamen yang terkena kuman subyektifitisme”. Hehehe.. ndak apa-apa,
monggo-monggo saja, terlepas dari tulisan khusus tentang pengamen itu
subyektif atau ndak, monggo silahken di ambil hikmah yang terkandung
dalam peristiwa-peristiwa nyata di atas..
Oke brader
kabeh, sebenarnya masih banyak kisah-kisah dari kehidupan masyarakat
jalanan yang tidak sebrutal kelihatannya. Semoga saya bisa mengabarkan
di tulisan-tulisan selanjutnya nanti, dan bisa menjadi kisah yang
menginspirasi buat kita untuk perubahan diri kita semuannya (Aamiin)
Oleh
PUNK Muslim (original page) (
Catatan)