Nama “Hasan Al-Banna” selalu lekat dengan jamaah Al-Ikhwan
Al-Muslimun, karena beliau adalah pendiri dan menjadi Mursyid ‘Am
pertama jamaah tersebut. Sekalipun sang imam “Al-Banna” -semoga Allah
merahmatinya-, tidak mengenyam kehidupan lebih dari 42 tahun, namun pada
masa hidupnya banyak memberikan kontribusi dan prestasi yang besar
sehingga banyak terjadi lompatan sejarah terutama dalam melakukan
perubahan kehidupan umat menuju Islam dan dakwah Islam yang lebih cerah,
banyak perubahan-perubahan yang dicapai olehnya, apalagi saat beliau
hidup kondisi umat dalam keadaan yang begitu parah dan mengenaskan,
keterbelakangan, ketidakberdayaan, kebodohan umat, dan ditambah dengan
penjajahan barat.
42 tahun kalau diukur dari perjalanan sejarah merupakan waktu yang
singkat, merupakan usia yang belum bisa memberikan apa-apa, walaupun
umur sejarah tidak bisa diukur berdasarkan tahun dan hari, namun dapat
juga diukur dari banyaknya peristiwa yang berdampak pada perubahan
kondisi, situasi dan keadaan, dan inilah yang selalu melekat pada sosok
Hasan Al-Banna, beliau banyak memberikan pengaruh dalam perubahan
sejarah, dan beliau juga merupakan salah satu dari orang yang memberikan
kontribusi melakukan perbaikan dan perubahan dalam tubuh umat.
Sekalipun umur beliau relatif pendek namun beliau termasuk orang yang
mampu membuat sejarah gemilang.
Setiap orang pasti memiliki faktor yang dapat dinilai mampu
memberikan kontribusi dan saham dalam pembentukan karakter dan jati
dirinya dan menentukan berbagai hakikat yang dipilihnya. Dan bagi
pemerhati lingkungan yang di dalamnya hidup sang imam Al-Banna akan
dapat menemukan awal yang baik, dan karena itu berakhir dengan baik.
Seperti dalam ungkapan: “Akhir yang baik mesti diawali dengan permulaan
yang baik”.
Masa Kecil
Imam Hassan Al Banna telah dilahirkan pada 14
Oktober 1906, di desa Mahmudiyah yang terletak di Iskandariah, Mesir.
Hassan al Banna merupakan anak sulung daripada lima bersaudara. Ayahnya,
Syeikh Ahmad ibn Abd al Rahman al-Banna adalah seorang ulama, imam,
guru dan pengarang beberapa buah kitab hadis dan fikah perundangan
Islam, dan lulusan Universitas Al Azhar Mesir. Namun beliau hanya
bekerja sebagai tukang servis jam dan gramaphone (radio) sebagai sumber
untuk menyara hidup keluarga beliau.
Sebagai seorang ulama, ayahnya mempunyai perpustakaan yang agak besar
di rumahnya. Beliau menghabiskan sebahagian masanya mempelajari Syariat
Islam dan menyebarkannya secara personal demi personal ke orang – orang
sekitarnya. Sejak kecil Hassan al-Banna sering menghadiri dan mengambil
baagian dalam setiap kagiatan ayahnya tersebut. Disinilah sebenarnya yg
telah membentuk pemikiran, wawasan dan karakter Hasan Al Banna.
Ketokohan, keilmuan dan keperibadian Syeikh Ahmad al Banna diwarisi oleh
Hassan al Banna.
Bahwa komitmen dengan Islam dan manhaj robbani sangat membutuhkan
pondasi utama pada lingkungan yang menggerakkannya, agar dapat tumbuh
dan besar seperti pondasi tersebut, dan jika tidak ada lingkungan yang
mendukung maka akan menjadi sirna dan mati sejak awal kehidupannya. Dan
Allah telah memberikan karunia besar terhadap imam “Al-Banna” dengan
lingkungan yang baik ini. Orang tuanya memberikan tarbiyah sejak awal
dengan baik; meumbuhkan kecintaan terhadap Islam kepada anaknya sejak
dini, selalu memelihara bacaan dan hafalan Al-Qur’an, sehingga
memberikan kepada pemuda tersebut waktu dan tenaga yang cerah dalam
berfikir dan berdakwah, dan pada saat itu pula –yang mana pada saat itu-
Islam telah tertutupi oleh kehidupan yang bebas dan politik yang rusak,
tampak menjadi asing –bahkan aneh dan tidak wajar- melihat seorang
pemuda yang begitu besar komitmennya terhadap ajaran Islam sampai pada
masalah waktu, atau dalam menunaikan ibadah shalat dengan penuh
kedisiplinan.
Sejak kecil lagi Hassan Albanna terdepan diantara kawan-kawannya
dengan sifat kepemimpinannya. Beliau pernah terpilih menjadi pemimpin
Jemaah Al Suluka Al Akhlaqi di sekolah. Keluarga Hassan Al- Banna begitu
tegas dalam mendidik anak-anak berdasarkan ajaran Islam. Hal ini
menyebabkan beliau telah menghafal Quran dalam usia yang begitu muda.
Beliau kemudian telah memasuki Pusat Latihan Perguruan. Selepas tiga
tahun di sana beliau mendapat tempat pertama dalam prestasi
pendidikannya. Kemudian beliau telah memasuki Darul Ulum (Universitas
Kairo) di Kaherah pada awal usia 16 tahun.
Di sinilah pertama kali beliau tergugah dengan pergolakkan partai
politik dan juga pertumbuhan kelompok anti Syariat Islam yang dicetuskan
oleh Kamal Atartuk. Idealisme yang kebanyakannya bertentangan dengan
Islam juga meletup pada masa itu. membuat Mesir dilanda keruntuhan
akhlak yang dasyat. Terlebih dengan tragedi runtuhnya Khilafah Al
Islamiyah
Ketika di Darul Ulum, beliau mulai mengadakan kegiatan pengajian
Islam. Hassan AlBanna dan rekan-rekannya mulai berdakwah di tempat orang
ramai selalu berkumpul seperti di kedai kopi. Beliau juga telah rajin
mengirim surat dan mengajak ulama-ulama dan imam-imam besar pada masa
itu untuk melawan ‘banjir’ westernisasi yang menenggelamkan umat pada
ketika itu.
Imam Al-Banna kecil (muda) hidup dibawah naungan dan lingkungan yang
bersih dan suci. Dan rumah yang di dalamnya hidup sang imam juga
merupakan rumah yang tershibghah dengan shibghah islam yang hanif. Orang
tuanya bernama syaikh Ahmad Abdurrahman Al-Bann. Beliau adalah seorang
imam masjid di desanya, dan seorang tukang reparasi dan penjual jam.
Namun disisi lain orang tuan Hasan Al-Banna adalah sosok pecinta ilmu
dan buku, sehingga senang menuntut ilmu dan membaca buku, dan sebagian
waktunya banyak dihabiskan untuk membaca dan menulis, dan beliau juga
banyak menulis kitab, diantaranya adalah “Badai’ul Musnad fi Jam’I wa
Tartiibi Musnad As-Syafi’I”, “Al-Fathu Ar-Robbani fi Tartiibi Musnad
Ahmad As-Syaibani”, “Bulughul Amani min Asrori Al-fathu Ar-Robbani”
Imam Al-Banna selalu berpegang teguh dan yakin dengan keislamannya
bahkan merasa bangga dengannya. Dan pada saat berdiri Universitas Cairo,
dan Dar El-Ulum merupakan salah satu bagian dari kuliah yang ada di
dalamnya; yang di dalamnya menghadirkan ilmu-ilmu kontemporer, ditambah
juga dengan ilmu-ilmu syariah dan pengetahuan tradisional yang telah
masyhur di Universitas Al-Azhar sebelumnya. Dan -pada saat itu pula-
Imam Al-Banna mendaftarkan diri untuk kuliah di Dar El-Ulum, walaupun
beliau tidak merasa cukup dengan ilmu yang di dapat di kuliah sehingga
beliau mencarinya ditempat yang lain sebagai tambahan; seperti beliau
selalu hadir mengikuti majlis ilmu pimpinan syaikh Rasyid Ridha, dan
beliau sangat terkesan dengan tafsirnya yang terkenal yaitu “Al-Manar”.
Namun hal tersebut tidak menghalangi dirinya mendapatkan nilai yang
begitu baik dan cemerlang, sehingga beliau berhasil menamatkan kuliahnya
dengan hasil yang gemilang, dan beliau merupakan angkatan pertama
kuliah tersebut. Lalu -setelah itu- beliau diangkat sebagai guru pada
madrasah ibtidaiyah disalah satu sekolah yang terletak di propinsi
Ismailiyah, yaitu pada tahun 1927, dan di kota tersebut Imam Al-Banna
muda tidak hanya terpaku pada jati dirinya sebagai guru madrasah
ibtidaiyah, namun beliau juga menjadi da’i kepada Allah, yang pada saat
itu masjid-masjid disana kosong dari pemuda. Sehigga tidak ada anak-anak
muda yang sholat di masjid namun asyik dengan minuman alkohol yang
memambukkan. Maka tampaklah beliau sebagai seorang pemuda yang ahli
ibadah, taat kepada Allah dan sebagai da’i kepada Allah yang mengajak
umat untuk kembali pada Islam yang hanif.
Dan di kota Ismailiyah pula Imam Al-Banna banyak melakukan interaksi
dengan lembaga-lembaga Islam dan beliau tampil sebagai da’i dengan
berbagai sarana yang dimiliki dan berkeliling ke berbagai tempat dan
desa. Beliau pergi sebagai da’i dan membawa kabar gembira tentang agama
Islam. Beliau menyeru dan mengajak manusia yang berada tempat-tempat
perkumpulan mereka, dan diatara tempat perkumpulan yang sering belaiu
datangi adalah café. Disana beliau memberikan kajian keagamaan, terutama
pada sore hari ini, sehingga dengan kajian yang beliau sampaikan banyak
menarik perhatian sebagian besar masyarakat pengunjung cafe; sehingga
menjadikan pemilik café tersebut berlomba-lomba mengundang Imam Al-Banna
untuk memberikan kajian sore di café-cefe milik mereka. Dan akhirnya di
kota Ismailiyah –dengan taufik dari Allah- dan dengan keberkahan akan
juhud dan keikhlasannya, Imam Al-Banna mampu mengeluarkan cahaya dakwah
terbesar dan memberikan pengaruh yang sangat besar hingga saat ini.
Yaitu berdirinya Gerakan Al-Ikhwan Al-Muslimun yang dipimpin langsung
oleh Imam Al-Banna. Padahal saat itu umur beliau masih muda sekali, baru
mencapai antara tidak terlalu muda, tidak baya dan juga tidak terlalu
tua. Pemuda yang ahli ibadah itulah yang telah mampu mendirikan gerakan
dakwah Islam terbesar di dunia saat ini.
Dari Pengajian Ke Gerakan Ikhwanul Muslimin
Setelah beliau menamatkan pelajaran di Darul Ulum dengan prestasi
terbaik, beliau lalu bekerja sebagai guru. Ketika itu, Imam Hassan
Albanna mulai prihatin dengan keadaan umat Islam kerana umat islam hanya
sibuk dengan berbincang lalu mulai bergerak aktif didalam masjid dan
menyampaikan dakwah-dakwah beliau.
Tahun 1928, Hassan al-Banna dikunjungi adik dan lima orang sahabat
yang tersentuh dengan ceramah beliau di rumahnya dan berjanji setia
bersama untuk hidup dan mati karena Islam. Di rumah itulah Jemaah Ikhwan
Muslimin mulai lahir dan dirintis. Saat itu usia Hasan Al Banna adalah
23 tahun.
Sejak dari hari itu, kegiatan dakwah Ikhwan mulai bergerak dan terus
bertumbuh hingga seluruh pelosok Mesir dan negara-negara lain. Tahun
1934, Ikhwan telah menubuhkan lebih dari 50 cabangnya di Mesir.
Pertumbuhan ini telah menumbuhkan beberapa sekolah, masjid dan kilang.
Pada penghujung Perang Dunia Kedua, lkhwan mempunyai lebih kurang
setengah juta hingga 3 juta anggota yang aktif. Terus berkembang hingga
memiliki 3000 cabang di Mesir hingga ke Sudan.
Ikhwan juga mengirimkan para mujahidinnya ke Palestina. Mujahidin –
mujahidin ini dibina dan dikader dengan pola kaderisasai yang ketat.
Intensifitas tarbiyyah yang mengkontrol dan memotivasi para kader Ikhwan
untuk menghafal al qur’an, menegakkan Syariat Islam dan meninggalkan
hal – hal makruh menjadi nilai penting untuk membangun ruhiyah para
mujahidin Ikhwanul Muslimin.
Dalam satu jawapan yang diberikan oleh wartawan barat terhadap
dirinya yang bertanyakan siapakah dia, Hassan Al Banna menjawab, ”Saya
adalah perantau yang mencari kebenaran, dan insan yang mencari arti
kemanusiaan di kalangan manusia, dan warganegara yang inginkan
kemuliaan, kebebasan, kestabilan, hidup yang baik untuk negara dan
berjuang untuk menegakkan Islam.”
Kerajaan Inggris pernah menjemput Hassan al Banna ke kedutaan mereka
untuk minum teh. Beliau dipuji kerana sikapnya yang baik, kerja-kerja
kebajikannya untuk membantu anak-anak yatim dan janda.
Hassan AlBanna dan pegawai delegasi Indonesia, pertemuan yang memulakan Ikhwan di Indonesia
Sejak awal dapat kita lihat bahwa imam Al-Banna telah menentukan
jalannya dan karakter hidupnya; yaitu jalan hidup yang beliau lakoninya
dalam kehidupannya secara pribadi yang unik; komitmen terhadap Islam dan
manhaj robbani dan interaksinya dengan orang lain dengan baik dan
sesuai dengan ajaran Islam. Baliau begitu terkesan dengan hadits Nabi
dan begitu kuat berpegang teguh dengannya; yaitu hadits Nabi saw:
“Jagalah lima perkara sebelum datang lima perkara.. diantaranya adalah
“masa mudamu sebelum datang masa tuamu”, begitupun dengan hadits Nabi
saw lainnya: “ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah
pada saat tidak ada naungan kecuali naungannya.. diantaranya adalah
“seorang pemuda yang taat beribadah kepada Allah”.
Maka dari itu imam “Al-Banna” kehidupannya adalah islam dan tidak ada
yang lain dalam diri dan hidupnya kecuali Islam. Hal itu tampak juga
dengan jelas pada beberapa lembaga atau yayasan yang sejak kecil beliau
loyal kepadanya, yang kesemuanya merupakan lembaga atau yayasan Islam,
seperti “Jam’iyyah As-Suluk wal Akhlak” dan “Jama’ah An-Nahyu
Al-Munkar”, dan beliau juga memiliki hubungan yang erat dengan harakah
sufiyah yang pada saat itu marak tersebar di berbagai pelosok daerah dan
kota di Mesir.
Adapun diantara faktor lain yang membantunya komitmen di jalan
kebenaran adalah karena beliau begitu banyak beribadah dan taat kepada
Allah, sejak mudanya beliau sering melakukan puasa sunnah, khususnya
puasa sunnah yang berhubungan dengan hari-hari besar Islam, dan lebih
banyak lagi beliau melakukan puasa hari sunnah senin dan hari kamis pada
setiap minggunya, karena mentauladani sunnah nabi saw, sebagaimana
beliau juga sangat bersemangat melakukan puasa sunnah rajab dan sya’ban.
Kebanyakan dari kita mungkin merasa asing dalam melakukan ketaatan
seperti itu, atau merasa berat melakukannya terutama di saat kondisi
zaman seperti ini. Sebagaiman usaha yang dilakukan imam Al-Banna dalam
ketaatan juga menadapatkan kesulitan, terutama disaat kondisi yang saat
itu dialami; adanya gerakan missionaries, globalisasi dan penjajahan
yang telah meluas dan merambah dengan cepat di tengah kehidupan
masyarakat Mesir saat itu; sehingga memberikan kontribusi yang besar
dalam menjauhkan umat dari Islam apalagi untuk komitmen dengan ibadah
dan ketaatan.
Pembunuhan Hasan Al Banna
Namun imam Al-banna, hidup melawan arus, beliau berada dalam semangat
Islam yang tinggi, berpegang dengan ketaatan dan ibadah kepada Allah,
sekalipun umat saat itu sedang diliputi arus globalisasi dan
pencampakkan jati diri Islam; sehingga mengakibatkan acuhnya umat
terhadap Islam dan jauhnya umat –terutama para pemudanya- dari kehidupan
beragama, apalagi juga banyaknya bermunculan seruan dan propaganda
asing terhadap dunia Islam seperti liberalisme dan komunisme serta
gerakan missionaris yang mengajak untuk jauh dari Islam dan berlaku
hidup modernis seperti mereka.
Pengaruh Ikhwan Muslimin yang kuat semakin dikhawatirkan oleh
Pemerintah Mesir di bawah Noqrashi Pasha dari Partai al-Safdi. Pada 8
November 1948 Beliau telah mengharamkan Ikhwanul Muslimin atas tuduhan
merancang satu pemberontakan untuk menjatuhkan Pemerintahan. Bahkan
sumbangan Ikhwanul Muslimin yang mengirim beribu ribu Mujahidin dalam
perang menghadapi Israel seolah oleh dinafikanjuga tidak dihargai.
Kerajaan mesir bahkan menyuruh membubarkan seluruh aktvitias Ikhwanul
Muslimi.
Berbagai-bagai tuduhan dan fitnah dilemparkan terhadap Ikhwan
Muslimin. Anggota-anggotanya ditangkap, dimasukkan ke dalam penjara,
disiksa dengan kejam, malah ada yang dibunuh.
Tidak lama kemudian Perdana Menteri Mesir telah dibunuh dan Gerakan
Ikhwanul Muslimin telah dikambing hitamkan atas kejadian itu. Pada bulan
yang berikutnya harta benda pergerakan itu telah dirampas dan beribu
ribu orang beliau telah disumbatkan ke dalam penjara.
Pada 12 Feb 1949 beliau telah syahid dibunuh oleh pengkhianatan Islam pemerintah Mesir ketika itu.
Dengan alasan untuk mencari solusi atas ketegangan (konflik) antara
Ikhwan Muslimin dan pemerintah, pihak pemerintah menjemput Hassan
al-Banna untuk berunding di tempat Pejabat Jam’iyyah al-Syubban al
Muslimin. Sebenarnya jemputan itu hanyalah sebagai helah untuk membunuh
beliau.
Pada 12 Februari 1949 jam 5 petang, Hasan al Banna bersama iparnya
Abdul Karim Mansur, suami dari adik perempuannya sampai di tempat
pejabat tersebut. Mereka menunggu Menteri Zaki Ali Basya yang dikatakan
mewakili pemerintah untuk berunding, tetapi malangnya Zaki Ali Basya
tidak kunjung tiba.
Akhirnya setelah selesai menunaikan solat Isya mereka memanggil taksi
untuk pulang. Ketika baru saja menaiki taksi yang dipanggil, dua orang
yang tidak dikenali menerpa ke arah taksi dan salah seorang daripada
mereka terus melepaskan tembakan pistol. Mereka berdua terkena ternbakan
itu. Iparnya itu tidak dapat bergerak akibat terkena tembakan tersebut.
Walaupun terkena tujuh tembakan, Hasan al-Banna masih mampu berjalan
masuk ke tempat pejabat Jam’iyyah al Syubban al-Muslimin memanggil
ambulans untuk membawa mereka ke rumah sakit.
Setibanya di rumah sakit Qasral ‘Aini, mereka dikawal rapi oleh
Jeneral Muhammad al-Jazzar dan sengaja melarang pihak rumah sakit untuk
memberika pengobatan kepada Hasan al Banna. Pada pukul 12.50 tengah
malam, Hasan al-Banna menghembuskan nafas yang terakhir karena kehabisan
darah.
Semangat Yang Tak Pernah Mati
Pada pukul satu pagi pihak polis menyampaikan berita kematian kepada
ayah Hasan al-Banna dengan dua pilihan: Pihak polis akan menghantarkan
jenazah ke rumahnya, dan beliau menjalankan proses penguburan jenazah
pada jam sembilan pagi dan tidak boleh ada keramaian atas proses
penguburan Hasan Al Banna, jika ia tidak menerima tawaran pertama itu,
pihak polisi sendiri terpaksa akan menguburkan jasad Hasan Al Banna
tanpa beliau pernah melihat jenazah anaknya itu.
Ayah Hasan al Banna menerima pilihan yang pertama. Sebelum fajar
menyingsing, jenazah as-Syahid dibawa ke rumahnya di Hilmiah al-Jadid
dengan sebuah kereta yang dikawal rapi oleh polisi yang lengkap
bersenjata. Di sekitar rumahnya juga terdapat polisi dan tentara
berkawal dengan rapi. Mereka tidak mengizinkan siapapun mendatangi
kawasan tersebut. Jenazah Almarhum dibawa masuk ke rumahnya secara tidak
ada orang yang melihatnya dan tidak ada yang mengetahui masa
ketibaannyasecara diam-diam.
Ayah Hasan al-Banna yang sudah berusia lebih 90 tahun itu dengan
penuh kesabaran memandikan dan mengapankan jenazah anaknya seorang diri.
Setelah diletakkan ke atas keranda, beliau memohon pihak polisi mencari
beberapa orang untuk mengusungnya. Tetapi pihak polisi menjawab
“biarkanlah orang-orang perempuan tolong mengusungnya”.
Polisi tetap tidak membolehkan siapapun datang ke rumah tersebut
untuk mengucapkan takziah dan tidak dibenarkan membaca al-Quran. Ayah
Hasan al-Banna tidak dapat berbuat apa apa lagi. Beliau dengan tiga
orang perempuan terpaksa mengusung anaknya itu menuju ke Masjid
al-Qaisun untuk disembahyangkan. Pihak polis lebih dahulu telah pergi ke
masjid memerintah orang-orang yang ada di situ supaya meninggalkan
masjid. Sheikh Abdur Rahman seorang diri menunaikan solat jenazah ke
atas anaknya itu. Kemudian mereka meneruskan pengusungannya menuju ke
perkuburan untuk menguburkan jenazah Almarhum.
Sosok Imam Al-Banna memiliki banyak keistimewaan, sosok yang universal dan seimbang, pemuda aktivis, seorang khatib yang antagonis terhadap kebatilan dan kemaksiatan, memiliki perasaan yang lembut, dan komunikatif dengan semua orang; baik dengan orang awam, petani dan buruh. Beliau juga seorang cendekiawan yang memiliki ilmu, yang mampu berinteraksi dengan para cendekiawan lainnya. Saat berada ditengah umat manusia, banyak yang takjub kepadanya baik dari kalangan cendekiawan, hartawan, awam, petani dan buruh serta yang lainnya. Ini semua sejalan dengan dakwahnya yang didasarkan pada pembentukan umat, dakwah dan individu yang seimbang dalam berbagai sisinya.
Sosok Imam Al-Banna memiliki banyak keistimewaan, sosok yang universal dan seimbang, pemuda aktivis, seorang khatib yang antagonis terhadap kebatilan dan kemaksiatan, memiliki perasaan yang lembut, dan komunikatif dengan semua orang; baik dengan orang awam, petani dan buruh. Beliau juga seorang cendekiawan yang memiliki ilmu, yang mampu berinteraksi dengan para cendekiawan lainnya. Saat berada ditengah umat manusia, banyak yang takjub kepadanya baik dari kalangan cendekiawan, hartawan, awam, petani dan buruh serta yang lainnya. Ini semua sejalan dengan dakwahnya yang didasarkan pada pembentukan umat, dakwah dan individu yang seimbang dalam berbagai sisinya.
Dan Imam Al-Banna juga sangat memiliki karakter yang mampu memberikan
pengaruh pada orang yang ada disekitarnya, hal ini kembali pada pondasi
yang beliau miliki yaitu kedekatan diri kepada Allah -Kita berharap
demikian dan kita tidak merasa paling suci kecuali hanya Allah-. Dan
kita temukan bahwa dakwah Al-Ikhwan –dan Al-Ikhwan itu sendiri- telah
terpengaruh dengan sosok imam Al-Banna; karakternya yang baik, ikhlas
dan taat kepada Allah, yang kesemuanya bersumber pada cahaya kenabian.
Sebagaimana beliau juga memiliki sosok yang mumpuni dan lemah lembut,
selalu perhatian dan menolong orang-orang yang mazhlum, dan dalam
sejarahnya telah banyak disaksikan bahwa usaha dan kerja al-ikhwan di
berbagai tempat, daerah dan negara selalu membela hak-hak umat Islam
yang terampas.
Oleh karena itulah bagi kita dapat mengambil ibrah dari perjalanan
sosok pemuda yang berhimpun di dalamnya jiwa yang memiliki nilai-nilai
mulia dan agung, bagaimana jiwa tersebut dapat mampu membangun generasi
yang islami, tidak menyimpang dari jalan Allah dan menepati dan
menunaikan amanah yang diembannya dengan optimal dan baik, sekalipun
kondisi, ujian dan cobaan yang dihadapi selalu datang silih berganti
dalam rangka berpegang teguh pada jalan Allah dan agama Islam serta
dalam usaha meninggikan kalimat (agama) Allah dan mentauladani sirah
nabi saw.
Oleh : Indra Bujana
Red : Catalist Fist
Red : Catalist Fist
0 komentar:
Posting Komentar
Berilah komentar Anda