Dengan berupaya menjadi orang baik dan melakukan yang terbaik, maka kebaikan itu akan selalu ada disekitar kita. Sehingga tak perlu kesempurnaan untuk bisa berbahagia. Karena bahagia sesungguhnya adalah ketika kita melihat apapun secara sempurna.

Senin, 02 Juli 2012

Ikhlas dan Sabar

Inspirasi Ku dzul92 - Parlemen Katak Dalam Tempurung. Mari mendelegasikan perasaan, pada kode etik tentang ikhlas dan sabar. Mari membingkai perjuangan dalam literatur bernama fokus. Mari tetap berjalan dengan kejelasan tujuan. Jangan terlalu sering melihat ke kanan dan ke kiri. Walau hanya sekedar sebuah senda gurau, namun terlalu banyak tertawa juga tidak baik. Mari bicara seperlunya dihadapan persahabatan yang penuh basa-basi.
Rasa kehilangan itu mitos, sama mitosnya dengan rasa memiliki. Pengalaman mengajarkan saya tentang invidual fighting. Legasi egaliter antara keseimbangan naluri, doa dan gerakan. Luar biasa perjalanan sejak Februari 2012-Juni 2012 ini. Alam khatulistiwa bernasehat bersama dinamika cuaca, ajarkan kita menerka kejadian yang belum terjadi untuk kita antisipasi lebih dini.
Hingga terik mentari didepan lampu merah sadarkan lamunan menunggu warna hijau itu berikan tanda untuk berjalan kembali. Lamunan ketika takdir sebuah kaca spion itu dibuat kecil, sejatinya nasehat dari masa lalu tak lebih dari sebuah pencerahan bahwa ia semata dilihat untuk kita berhati – hati ditiap tikungan kehidupan. Naturalisme kodratnya menuntut mata kita untuk tetap melihat kedepan. Pada khasanah kaca mobil depan yang begitu besar, transparan memperlihatkan arah dan tujuannya. Walau pada eksekusinya ia tetap memberikan kita pilihan, membiarkan mobil ini diam karena kita disibukkan dengan kaca spion, atau melangkah dan menatap harap di depan.
Jangan ceritakan lagi disini kau pernah terluka, atau kau pernah dikhianati atau mungkin kau pernah menyesali pengkhianatan. Mari teduhkan hidup dengan perenungan, sebelum kita basahi sholat kita dengan air mata, sebelum kita melupakan daftar pustaka dari nama – nama masa lalu yang harus kita seleksi lebih ketat.
Kita tak mungkin temukan keteladanan disarang penyamun. Seperti kita tak mungkin temukan kesuksesan hakiki dibalik sempitnya keluh kesah. Tak ada kelapangan dari kepura-puraan. Begitu juga tak ada kebenaran pada pembelaan yang output-kan tendensi. Menghapus masa lalu, berarti menghapus bait-bait sejarah, maka mengingatnya sebagai pelajaran itu baik. Namun menjadikannya rujukan adalah kesalahan. Dimana angin bergerak, ia  selalu searah dan berirama. Ketika bertemu dua arah angin berlawanan maka lahirlah badai dan nestapa ketika ia membesarkan dan menjadi merugikan.
Lalu, jika kau buka beranda media sosialmu lalu temukan status yang menyinggung perasaanmu padahal tak ada namamu disebut disitu. Jangan salahkan si pembuat status, salahkan dirimu yang selalu mengartikan setiap definisi hidup dengan sentimentil. Kedengkian itu hidup para orang yang suka menilai orang lain pada masa lalunya, namun ketulusan memaafkan lalu melupakan, yang setelah itu hadirkan kinerja positif tanpa kepentingan apapun adalah kinerja orang-orang yang terus mendewasakan diri.
Karena itu jangan jadi kerdil dengan kecurigaan, karena perilaku suudzon hanya akan membuatmu terlihat sangat kekanak-kanakan. Terlebih menjadi dangkal layaknya pahlawan kesiangan yang sibuk menilai orang lain, membutakan pelarian dari target kehidupan yang sederhana dan menyelamatkan yaitu perbaikan diri. Tidak usah menjadi dungu dengan menggurui orang lain, sedangkan kita sendiri sulit menjadi guru bagi diri kita sendiri. Karena itu jangan menjadi idiot untuk berpendapat ketika pendapatmu justru tidak diminta disini.
Alhasil, diam mencerna lalu mencermati gejala yang mengoreksi fenomena telah menenangkan jiwa. Orang-orang reaksioner adalah orang-orang miskin karya, seperti orang-orang yang berpendapat pada ruangan dimana pendapat dia tidak diminta, apalagi memang tidak dibutuhkan adalah ketumpulan intelektual itu sendiri. Betapa menyedihkannya orang-orang yang berbisik dari satu kuping ke kuping yang lain untuk menuai persepsi dari agenda politis skeptis. Mereka hendak menghardik mentari ketika mereka tak kunjung sadar tempurung yang ditinggali bersama seekor katak.
Bergeraklah membunuh, menarilah dalam sajak-sajak pembantaian. Namun orang-orang yang menang selalu hidupkan senyuman dalam hari-harinya. Kebahagiaan mereka tak lagi bisa dilacak oleh digitalisme yang menggadaikan hidup pada manipulasi eksistensi, yang dicibir tombol like atau unlike, sedihnya ketika kamu berhasil menyakinkan orang bahwa kamu bahagia dan baik-baik saja, kamu bertambah tolol ketika kamu membuka pintu rumah masalah hidup tak kunjung selesai.
Dustanya kita yang hidupkan sandiwara pertemanan dengan belati. Maka bersyukurlah mereka yang tidak menjadi budak ketergantungan narkotika modern dari candu update status dan perselingkuhan opini, dalam kolaborasi sederhana antara Iri dan parlemen katak dalam tempurung.
Kamu mau tahu apa katak dalam tempurung itu? ini salah satu contohnya. Ada kisah dua orang kini bersembrangan pendapat. Yang satu pandai bicara, yang satu terus bekerja. Suatu ketika yang bekerja ini menuai prestasi dan kian membaik dalam kinerjanya. Tidak ada angin tidak ada hujan, si pandai bicara mendatanginya dan berkata bahwa dia tersinggung dengan si terus bekerja.
Hasilnya, bingunglah orang yang terus bekerja ini. Sampai ke titik dimana si Pandai Bicara ini sadar bahwa ia telah salah menilai. Masalahnya memang dari dulu Si Pandai Bekerja sadar bahwa perbedaan antara dia dan si Pandai Bicara ini seperti minyak dan air. Karena itulah ia mempersiapkan diri untuk bekerja sendiri, tanpa meminta bantuan siapapun termasuk si Pandai bicara ini. Ia hidup berdikari dan menjadi semakin matang dengan pengalaman hidupnya.
Hasil akhirnya, si Pandai Bicara minta agar mereka bisa saling mendukung. Bingunglah si pandai bekerja ini, pasalnya dia tidak butuh dukungan si Pandai Bicara ini, dan kalaupun ia mendukung si Pandai Bicara, ia tahu orang ini adalah ideologi minyak dan ia adalah ideologi air, mana mungkin bisa bersatu? mana mungkin bisa saling mendukung?. “Rugi Bandar” katanya. Terlebih si Pandai Bicara ini sudah banyak salah menilai dirinya. Makin anehlah si Pandai Bekerja ini, namun ia memilih diam untuk pergi secepatnya, daripada meladeni pepesan kosong, diam hingga ia lupa bahwa si Pandai Bicara ini pernah masuk dalam list pertemanannya. Disinilah kalian akan mengerti bahwa rasa kehilangan itu adalah mitos.
Sahabat, jadilah orang yang kuat. Kuat dalam berdikari, kuat dalam memperbaiki diri, kuat dalam bersabar, kuat dalam berjuang dan bertanggung jawab. Namun jika tulisan ini telah menyinggung dirimu, sayapun tidak akan meminta maaf karena saya menulis ini untuk mereka yang memiliki visi besar, dengan jiwa besar dan bekerja untuk hal-hal besar. Masih banyak web yang lebih baik daripada anda berlama -lama disini dalam kedongkolan membaca tulisan saya, padahal kedongkolan itu pada dasarnya datang dari kekerdilan anda sendiri.
Sekali lagi, Mari mendelegasikan perasaan, pada kode etik tentang ikhlas dan sabar. Mari membingkai perjuangan dalam literatur bernama fokus. Mari tetap berjalan dengan kejelasan tujuan. Jangan terlalu sering melihat ke kanan dan ke kiri. Walau hanya sekedar sebuah senda gurau, namun terlalu banyak tertawa juga tidak baik. Mari bicara seperlunya dihadapan persahabatan yang penuh basa-basi. Mari terus memperbaiki diri, mari lebih fokus pada kekurangan diri sendiri, mari melanjutkan hidup dengan kegemilangan baru.. Insya Allah
Thufail Al Ghifari – 18 Juni 2012