Kemarin aku seperti anak kecil yang tidak tahu apa-apa, selain
sapaan kata 'ibu' dan 'ayah'. Aku tak mengenal siapa-siapa waktu itu,
hanya mereka berdua yang pertama aku temui dan ku ingat dalam hidupku.
Saat
itu, mereka mendidik ku dengan nilai-nialai kebenaran, dengan harapan
agar aku tumbuh besar menjadi orang yang baik dan bermanfaat. Kasih
sayang yang mereka berikan kepadaku begitu tulus serta merawatku penuh
cinta, tak ada keluhan sekecilpun yang terlihat diraut wajah meraka,
'ibu' dan 'ayah'.
Pengorbanan yang begitu besar, waktu,
tenaga, dan pikiran, mereka lakukan untuk kebahagiaan anaknya kelak. Ku
tak paham bahasa apapun, kecuali suara yang ku dengar dari 'ibu' dan
'ayah'. Sapaan lembut seorang ibu kepada anaknya yang tak ku mengeti,
namun ku rasakan kasih sayang itu terdengar oleh suaaranya .
Hingga saat inipun aku masih bisa merasakannya.
Semuanya
telah berlalu kenangan-kenangan itu, bersama kepergiaan ayah dari
hidup ku untuk selamanya. Duka cita mewarnai kehidupan ku bersama ibu,
adik, kakak dan saudara-suadaraku yang lain. Sang Pencipta telah
memanggilnya untuk kembali, namun wajah ayah tak pernah sirna dari
ingatanku atas dasar pengorbanan dan tanggungjawabnya.
Linangan air mata, tangisan, kehilangan, hanya itu yang ku rasa.
Langkah
tertatih-tatih, pandangan ku suram akan masa depanku sendiri. Entah
darimana biaya diperoleh untuk melanjutkan pendidikan ini. Aku tak
ingin memberi beban kepada ibu dan saudara-saudara ku, karena aku tahu
pendapatan merekapun hanya bisa mencukupi kehidupan sehari-hari.
"Ya Allah, cobaan apa lagi yang telah Engkau berikan kepada keluargaku", sebuah kalimat yang terlintas dalam pikiranku.
"Ya Allah, berikanlah petunjuk-Mu, dan kesabaran kepada kami agar senantiasa sujud dan patuh pada perintah-Mu".
Tak
ada yang bisa ku lakukan, kecuali berdo'a dan berusaha untuk terus
bertahan, melanjutkan hidup.Sampai aku mngerti aku bukan siapa-siapa
untuk mengatur atau diatur, lalu aku membunuh ketakutan diperempatan
jalan dan lebih yakin diri sendiri.
Sejatinya, aku
mensyukuri setiap kisah dalam hidup ku, benar dan salahnya adalah
pembelajaran, pembelajaran untuk lebih mengenal kefitrahan dan terus
memperbaiki diri. Menjadi manusia yang sesungguhnya, manusia yang
memaknai dan
bermakna.
“Aku mencintaimu, ayah…”
Hanya itu yang ingin aku bicarakan padamu
Tapi hingga kini hanya hatiku yang mampu bicara
Belum dengan lisanku
Ayah, aku ingin bicara…
Dan semoga kau mendengarnya…
Alhamdulillah,
waktu terus berlalu lewati proses berpikir dan pengalaman yang
didapat. Dan aku pun bisa keluar dari keterbatasan itu.
By Anakmu
Hayoooo....pengen nangisss...
BalasHapus:'(